Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Catatan satu tahun pertama menjadi pekerja

Aaaawww it’s been a year menjadi pendatang di Jakarta dan menjalani hidup sebagai pekerja. Fase hidup yang kalau sampai sekarang, aku pikir adalah fase terberat karena tanpa ujung. Kalau sekolah, we know, dalam tiga tahun udah bisa lulus SMP dan SMA, lima tahun udah bisa lulus kuliah. But, kerja? Gak tahu kalau tetiba di-cut, tetiba ingin resign . Dan yeah… alasan mendasarnya adalah karena sudah mulai tidak menggantungkan finansial pada orang tua. Menjadi wartawan ekonomi juga sebelumnya bukan pekerjaan yang akan aku bayangkan. Dahulu sekali, ku pikir pekerjaan jurnalis yang paling mulia adalah mereka yang turun ke jalanan, meliput banjir, memperjuangkan kehidupan layak bagi masyarakat yang tak mampu. Mereka yang ikut panas-panasan di daerah konflik, meregang nyawa, memberitakan apa yang terjadi sebenarnya. Atau mereka yang harus bisa bersilat lidah untuk dapat menginvestigasi permainan kotor para cukong. Jadi, wartawan ekonomi yang segmen pembacanya adalah investor… it’s a big n...

Kalau Jogja adalah tempat timbul segala romantisme, Jakarta adalah tempat munculnya segala ketangguhan.

Ah, akhirnya sudah enam bulan di Jakarta. Menyusuri Barat, Selatan, Utara, dan Timur Jakarta dengan si revo biru yang tangguh. Meskipun terkadang rewel di saat yang tidak tepat. Tapi, berkat dia, aku punya tempat favorite di kota ini, yaitu duduk di atas revo, sambil berkendara, sambil menangis dan menahan marah.  Selama enam bulan sepertinya aku punya love-hate relationship dengan Jakarta dan jalanannya. Entah sepagi apapun keluar dari kos, dan semalam apapun pulang ke kos, pasti menemui setidaknya satu titik macet. Di saat macet ini, kadang timbul perasaan jengkel seperti ‘aku harus segera liputan ini’ atau ‘aku capek woi pengen cepet sampe kos dan rebahan’. Tapi satu hal yang aku sadari, semakin menggerutu dengan keadaan, aku semakin lelah. Akhirnya di saat macet ini, aku mencoba untuk lebih banyak menerima.  Oke macet. Nanti liputannya telat, ya sudah, salahku tidak dari awal perginya. Atau, ya sudah macet mau bagaimana lagi. Nikmati saja, bersyukur kamu sampa...