Surat untuk Imelda dan Sara
Sudah delapan kali minggu kita habiskan di Jakarta
sekedar untuk menikmati konser musik gratis kesukaan kita
atau berakhir menikmati mi rebus di burjo.
Rasanya sudah puluhan jam kita habiskan untuk berdiskusi,
dari hal receh tentang laki-laki dan selera mereka yang payah
sampai pilihan hidup yang ideal menurut kita.
Kita yang keukeuh ingin menjalani hidup dengan banyak uang tapi tidak tersiksa pekerjaan.
Dari memandangi laki-laki yang tampan,
hingga bicara politik, bagaimana agama selalu kalah dari politik petinggi.
Akhirnya kita kembali ke Jogja.
Kita putuskan untuk bertemu di sebuah kedai kopi.
Kita bicara lagi tentang hidup.
Mendefinisikan seperti apa sebuah kebahagiaan
Cukup dengan bisa menikmati kopi setiap malam
atau membeli baju baru setiap hari
atau mengubah wajah jadi secantik Dian Sastro, atau artis Korea yang sedang digandrungi para pemuda.
Kita juga tidak lupa kebiasaan kita, mengomentari perjalanan seseorang.
Si A yang akhirnya bersama B
Cinta dalam kehidupan nyata yang tidak bisa bersama Rangga
Dan mengomentari kita yang masih gini-gini aja.
Tapi aku ingat satu hal, kalian berdua bahagia dengan hidup kalian.
Saat harus sedih menerima takdir, kalian malah tertawa.
Rasanya suatu saat nanti aku harus berterima kasih pada kalian untuk satu hal itu.
Semoga nanti saat kita sudah menjadi yang kita mau, waktu masih bisa menemani diskusi.
Semoga malam tetap tidak berubah meski kita sudah lebih tua
Semoga idealisme kalian masih tetap bisa didiskusikan meski perlahan dibunuh oleh dunia.
Salam,
Alvinta
sekedar untuk menikmati konser musik gratis kesukaan kita
atau berakhir menikmati mi rebus di burjo.
Rasanya sudah puluhan jam kita habiskan untuk berdiskusi,
dari hal receh tentang laki-laki dan selera mereka yang payah
sampai pilihan hidup yang ideal menurut kita.
Kita yang keukeuh ingin menjalani hidup dengan banyak uang tapi tidak tersiksa pekerjaan.
Dari memandangi laki-laki yang tampan,
hingga bicara politik, bagaimana agama selalu kalah dari politik petinggi.
Akhirnya kita kembali ke Jogja.
Kita putuskan untuk bertemu di sebuah kedai kopi.
Kita bicara lagi tentang hidup.
Mendefinisikan seperti apa sebuah kebahagiaan
Cukup dengan bisa menikmati kopi setiap malam
atau membeli baju baru setiap hari
atau mengubah wajah jadi secantik Dian Sastro, atau artis Korea yang sedang digandrungi para pemuda.
Kita juga tidak lupa kebiasaan kita, mengomentari perjalanan seseorang.
Si A yang akhirnya bersama B
Cinta dalam kehidupan nyata yang tidak bisa bersama Rangga
Dan mengomentari kita yang masih gini-gini aja.
Tapi aku ingat satu hal, kalian berdua bahagia dengan hidup kalian.
Saat harus sedih menerima takdir, kalian malah tertawa.
Rasanya suatu saat nanti aku harus berterima kasih pada kalian untuk satu hal itu.
Semoga nanti saat kita sudah menjadi yang kita mau, waktu masih bisa menemani diskusi.
Semoga malam tetap tidak berubah meski kita sudah lebih tua
Semoga idealisme kalian masih tetap bisa didiskusikan meski perlahan dibunuh oleh dunia.
Salam,
Alvinta
Komentar
Posting Komentar