Part-time di Singapura? Ini nih ceritanya..

Hai, cerita kali ini aku berencana membawa kalian ke Singapura. Negara tetangga yang kecil namun luar biasa kaya. Biasanya masyarakat kita pergi ke Singapura untuk belanja barang-barang dengan merk terkenal, yang harganya juga mahal. Berbeda dari itu, aku datang ke negara ini untuk bekerja. Yap, tahun 2015 aku berkesempatan untuk bekerja paruh waktu di Singapura. Nah, aku ingin membagikan pengalamanku bekerja di sana.

Mencari lowongan kerja part-time

Beruntungnya, aku memiliki saudara yang sudah lebih dulu tinggal dan bekerja di Singapura. Saudaraku ini berkewarganegaraan Indonesia dengan status Landed Permanent Resident (LPR). Dengan status itu, dia secara legal bisa bekerja di Singapura dan tinggal di sana. Biasanya masa berlaku sekitar satu sampai dua tahun (tergantung update dari pemerintah sana ya), setelahnya bisa ganti status menjadi Permanent Resident (PR).

Nah, saudara ku ini bergabung dalam salah satu forum online yang isinya orang Indonesia yang bekerja atau sekolah di sana. Melalui forum itu biasanya akan ada yang memberi info lowongan pekerjaan part-time. Kamu bisa cek di situs indosing.com atau membuka halaman facebook Forum Komunikasi Masyarakat Indonesia Singapura.  

Entah ada angin apa, saudara ku tiba-tiba apply pekerjaan atas namaku. Kalau aku tanya sih alasannya supaya aku punya pengalaman kerja dan hidup mandiri. Singkatnya, akhirnya aku diterima di perusahaan agensi penyalur tenaga kerja yang kantornya ada di daerah Paya Lebar (jalur hijau kalau menggunakan MRT)

Proses persiapan bekerja

Sebelum bekerja di sana, aku menjalin komunikasi dengan bos-ku yang orang Indonesia. Aku menanyakan tugasku selama tiga minggu bekerja, dan gaji. Ya, saudaraku menyarankan aku untuk memperjelas semuanya sebelum berangkat. Mulai dari pakaian kerja, hingga jam kerja ku.

Sebelumnya perlu aku jelaskan, aku berangkat ke Singapura tidak mengurus work permit. Jadi menggunakan ijin berlibur yang hanya berlaku 30 hari sejak kedatangan. Jadi, masa kerjaku hanya tiga minggu supaya tidak di deportasi.

Nah, dari hasil tanya-tanya ini aku dijelaskan banyak hal. Di sana aku harus mengaku sebagai mahasiswa supaya posisiku tetap aman. Lalu mengenai pakaian, bos membebaskan kecuali menggunakan celana jeans. Dan gajiku dihitung per jam $SGD 7. Selama satu hari aku bekerja dari pukul 8 pagi sampai 6 sore, kecuali hari Selasa dan Kamis. Dua hari itu jatahku untuk lembur.

Bekerja di Singapore

Kantor tempatku bekerja sangat dengan Stasiun Paya Lebar. Hanya tinggal jalan sekitar 5 menit. Oh ya, aku tinggal di daerah Kembangan. Apabila melihat peta MRT, aku hanya melewati satu stasiun untuk sampai ke Paya Lebar, dan itu hanya menghabiskan waktu sekitar 10 menit. Jadi biasanya aku berangkat pukul 07.30 dan sudah sampai di kantor pukul 07.45.

Di Singapore, pukul 07.00 pagi masih gelap. Yah kalau di bandingkan dengan Jogja, sama seperti pukul 05.00 pagi nya Jogja.

Sampai di kantor, tugasku sebagai Admin adalah menyiapkan data presensi, dan melakukan check-ing pada setiap nama yang terdaftar. Gunanya untuk melihat mereka mengikuti program apa, dan apakah persyaratan administrasi mereka sudah lengkap.

Setelah itu aku akan turun ke lantai tiga untuk menjaga presensi para peserta.

Peserta yang aku maksud ini adalah mereka yang datang dari usia 20 tahun sampai lebih dari 50 tahun untuk mengikuti test kemampuan dan test bahasa inggris. Nah di sini tugasku harus bisa menjelaskan berbagai informasi yang mereka tanyakan.

Para peserta ini biasanya orang-orang yang tidak begitu fasih bahasa inggris. Jadi mereka menggunakan bahasa mandarin. Dan aku tidak bisa bahasa mandarin, alhasil interaksi kami tak jarang menggunakan bahasa isyarat.

Uniknya, aku sering menemukan kartu  PR dengan keterangan berasal dari Indonesia, tapi mereka sudah lupa bahasa Indonesia hahaha...

Oke lanjut...

Aku menjaga test sehari dua kali, kelas pagi pukul 09.30 dan siang pukul 14.00. Setelah itu aku akan kembali ke ruanganku untuk membuat presensi hari berikutnya, atau membantu teman-teman lain yang juga kebanyakan dari Indonesia.

Ya asiknya kalau di ruangan aku masih bisa berbicara bahasa Indonesia.

Ruangan ini sebenarnya tidak ada batas. Jadi hanya ada meja berjejer. Satu ruangan bisa untuk 12 orang. Di sini kalau salah satu karyawan melakukan kesalahan, yaaa karyawan lain akan mendengarkan marahan dari si bos. Tapi kalau ada yang kerjanya bagus pun biasa di beri pujian. Dan karena sistem gaji menggunakan hitungan jam, senior-seniorku sangat betah di kantor untuk lembur. Sedangkan aku, kalau sudah pukul 18.00 sudah ingin pulang rasanya.

Dan hari minggu adalah hari yang paling aku tunggu, karena ini tandanya aku bisa jalan-jalan.

Hidup Di Singapura

Adaptasi di negeri ini bisa terbilang sulit. Sangat berbeda dengan rutinitasku di Jogja. Sesederhana kecepatan berjalan dan penggunaan eskalator. Di Singapura, jarang sekali menemukan orang bisa berjalan dengan santai. Di eskalator pun yang biasanya aku melihat orang-orang hanya diam, di sini orang-orang tetap berjalan di atas eskalator. Kalau dibilang supaya cepat sampai tujuan dan tidak bertele-tele, yang memang begitu keadaannya.

Bahkan, jam kedatangan kereta atau bis sudah bisa dilihat melalui HP. Jadi ya, semua serba tepat waktu dan terencana.

Akhirnya, aku harus beradaptasi dengan memastikan dulu jam kedatangan kereta dari rumah, kemudian berjalan cepat sampai ke stasiun. Kalau  terlambat bangun, dan belum sarapan, aku harus rela mengeluarkan uang sekitar tiga dolar untuk membeli roti di toko dekat kantor.

Karena dimataku semua serba cepat, di minggu pertama aku harus memaksakan diri mengikut ritme ini.

Hal lain yang berbeda lagi, kalau di Jogja kita membeli sesuatu, pedagangnya akan tetap ramah apabila kita lama memutuskan mau membeli apa. Kalau di Singapura kamu masih harus berpikir membeli apa di depan tokonya, kamu tidak akan dilayani, atau dilayani dengan raut muka yang tidak ramah. Jadi jika ingin membeli sesuatu harus benar-benar direncanakan sejak dari rumah.

Dan satu lagi yang sudah sering dibaha banyak orang, kemanapun kamu pergi, kamu harus siap jalan jauh. Karena penduduk di sini jarang yang memiliki kendaraan pribadi. Semua bermodalkan transportasi umum.

Biaya Hidup

Mengenai biaya hidup di sana, aku akan mulai dari sewa apartemen. Untuk menyewa apartemen di daerah Kembangan (terhitung murah) harga sewa sekitar $SGD 600 per dolar atau sekitar enam juta rupiah. Untuk makan, rata-rata harga makanan di pinggir jalan $SGD 1 – 4 , atau sekitar sepuluh sampai empat puluh ribu rupiah.

Mahal ya? Iya kalau dibandingkan dengan Jogja. Tapi kalau dbandingkan dengan gaji yang kamu peroleh, ini terhitung murah, karena dalam sehari kamu bisa mendapatkan $SGD 49 atau Rp. 500 ribu. Dalam sebulan kamu bisa mendapatkan gaji sekitar $1200 atau 12 juta rupiah. Ini untuk part-timer ya.

 Oh iyaa, untuk transportasi rumah-kerja kamu hanya menghabiskan $SGD 4.