Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Metamorfosa (3)

Danar Bagus adalah mahasiswa Hubungan Internasional semester akhir. Badannya atletis dan juga cukup manis. Kesukaannya tak jauh-jauh dari sejarah dan politik. Selera musiknya juga bagus. Bahkan banyak musisi dunia yang lintas generasi pun dia tahu. Kegemarannya pada hal-hal sosial politik turun dari ayahnya. Sebagai generasi muda, di balik kehebatannya, tentu dia menyimpan kekurangan. Emosinya labil, dan pemendam semua yang dia rasa. Sulit memahami laki-laki ini. Kepekaannya atas segala rasa di muka bumi membuatnya tak bebas juga berekspresi. Lelucon yang sering dia lontarkan bisa menjadi dua sisi mata uang dengan rasa yang di pendam. “Aku tahu kamu sedang kesal denganku, tapi lebih baik aku diam,” ungkapnya saat aku benar-benar jengkel padanya. Dia tahu aku sedang tidak dalam kondisi baik, tapi dia tetap mendiamkan aku dan memilih tertawa bersama temannya. “Lalu kenapa kamu diam? Kamu tahu aku resah, malah kamu membuatku yang merasa bersalah” “Apa kamu mau kita berdua terlih...

Metamorfosa (2)

Kisah ini bermula dari kepanitiaan. Dia menjadi salah satu panitia di acara yang ku buat. Beberapa kali rapat, batang hidungnya tak nampak menonjol. Mengetahui namanya pun tidak. Meski banyak teman-teman panitia yang sudah mengenal dia. Sampai suatu sore, di gelanggang olah raga, kami tiba bersamaan. Sebagai bentuk tata krama di kota kami, ku sapa dia dengan senyum tipis. Tapi anak ini tiba-tiba membuka tangan menyambut pelukan. Baiklah pikirku, pelukan adalah hal biasa yang ku lakukan pada setiap teman pria yang sudah akrab denganku. “Kenapa bingung?” tanyanya yang melihat kekagetanku. Beraninya dia, belum mengenal, sudah berani bertanya demikian, pikirku. Memeluk bukan persoalan besar. Sebab, lingkunganku pun terbiasa melakukan tradisi berpelukan antara perempuan dan laki-laki. Batasan agama atau gender bukan masalah besar, atas dasar sesama manusia yang saling mendukung dan mengasihi. Akhirnya tetap ku jawab dengan senyuman. Aku memang tak perna suka basa-basi apalagi pa...

Metamorfosa (1)

Pesan darinya masuk. Rupanya, dia akan datang mengunjungi tempatku bekerja. Sebuah tempat untuk menikmati kopi. Belum lama memang, baru buka sekitar tiga bulan. Dan aku baru bekerja di tempat ini sekitar dua bulan. Saat membaca pesannya, tiba-tiba aku ingin cepat hari esok tiba. Sebuah rasa senang bisa menikmati kesibukannya. Datanglah. Sudah ku pesankan tempat untukmu. Balasku. Memang tak hanya itu saja kami bertukar pesan. Aku sengaja mencari bahasan, dan beruntung dia menanggapi. Tapi aku tahu ini salah. Dalam pesanku ada harapan untuk membangun kembali, dalam pesannya, ada perasaan tak enak apabila tidak menanggapi. Ku sudahi. Ku tutup malam ini. - Sampai pukul empat sore, saatnya aku bekerja. Sembari cemas semoga laki-laki itu sudah pergi. Sembari berharap juga masih ada dia. Payah memang. Di tempatku bekerja, aku mencoba memperlihatkan kesibukanku. Bahwa keberadaannya tidak akan mengalihkanku. “Hai mbak, mau membuat apa?” sapa perempuan berambut ikal dan berkaca mata. M...