Postingan

Gambar
    Review Produk Makanan Kucing COUCOU Produk makanan kucing COUCOU kini sudah hadir di Indonesia. Sebagai pencinta kucing, mungkin kamu sering menemukan produk ini di beberapa market place. Namun, mungkin belum banyak review atau ulasan mengenai produk ini. Nah artikel ini bisa menjadi salah satu pertimbangan untuk kamu memberikan produk dari COUCOU untuk memenuhi nutrisi pada kucing kesayangan kamu. Sebagai orang tua kucing, tentu kamu ingin selalu memberikan yang terbaik untuk kucing kesayangan. Salah satunya dengan memberi makanan bergizi sesuai dengan kebutuhan kucing kesayangan kamu. Maka dari itu, kamu perlu memperhatikan kandungan nutrisi pada makanan yang kamu berikan. Baik makanan kering maupun makanan basah.   Kandungan Nutrisi pada COUCOU Mari kita simak kandungan nutrisi yang ada pada COUCOU. Meskipun kandungan ini tentu berbeda pada variasi rasa dan kategori makanan untuk anak kucing atau kitten dan kucing dewasa. Produk makanan kucing COUC...

Berkat atau kutuk?

Rabu di Jogja ditemani udara panas Sudah ku habiskan dua gelas es sore itu Sembari mencari ide tulisan apa yang harus ku kirim ke kantor Di warung kopimu sore itu, otakku buntu pandanganku kabur tak tahu lagi mana rupa Tuhan dan Hantu tapi apakah mungkin mereka sama? Entah berkat atau kutuk ku dapat sebuah bingkisan Sama seperti sayur brongkos yang tak habis kemarin Dipanasi lagi, gurih tanpa gizi Begitu isi bingkisannya. Gusti, gusti.. Kau buat manusia berpenyakit Kau juga biarkan hidanganmu tak bergizi. Rabu sore itu, entah pembuka atau penutup. Entah jadi perasa atau penghambar. Yogyakarta, 17 Juni 2020

Beruntung karena cinta

Untuk pertama kalinya, harga minyak diperdagangkan negatif Jadi bacaan penghantar tidur Menggantikan kancil mencuri ketimun Adalah keruwetan yang kesekian kalinya. Televisi berlagu soal corona Banyak orang mati dulu, baru tahu hasil testnya Banyak yang terjangkit tapi enggan mengunci diri Datamu sumbang, kata dokter.  Halaman depan koran isinya ekonomi runtuh Ribuan buruh dirumahkan Pekerja informal gulung tikar Tukang buah terpaksa jual buah setengah busuk Muka rumah dibuat jual masker Demi bertahan hidup, tuan! Bantuan digelontorkan habis-habisan! Tapi berita kemiskinan tetap menjejali keruwetan Ibu tewas kelaparan Tingkat pencurian meningkat Datamu sumbang, tuan! kata pengamat Ruwet, ruwet, ruwet! Tapi aku bucin Beruntung karena cinta Agak maksa sih... Tak apa lah, yang penting ada kamu Jakarta, 21 April 2020 Selamat hari Kartini!

Catatan satu tahun pertama menjadi pekerja

Aaaawww it’s been a year menjadi pendatang di Jakarta dan menjalani hidup sebagai pekerja. Fase hidup yang kalau sampai sekarang, aku pikir adalah fase terberat karena tanpa ujung. Kalau sekolah, we know, dalam tiga tahun udah bisa lulus SMP dan SMA, lima tahun udah bisa lulus kuliah. But, kerja? Gak tahu kalau tetiba di-cut, tetiba ingin resign . Dan yeah… alasan mendasarnya adalah karena sudah mulai tidak menggantungkan finansial pada orang tua. Menjadi wartawan ekonomi juga sebelumnya bukan pekerjaan yang akan aku bayangkan. Dahulu sekali, ku pikir pekerjaan jurnalis yang paling mulia adalah mereka yang turun ke jalanan, meliput banjir, memperjuangkan kehidupan layak bagi masyarakat yang tak mampu. Mereka yang ikut panas-panasan di daerah konflik, meregang nyawa, memberitakan apa yang terjadi sebenarnya. Atau mereka yang harus bisa bersilat lidah untuk dapat menginvestigasi permainan kotor para cukong. Jadi, wartawan ekonomi yang segmen pembacanya adalah investor… it’s a big n...

Kalau Jogja adalah tempat timbul segala romantisme, Jakarta adalah tempat munculnya segala ketangguhan.

Ah, akhirnya sudah enam bulan di Jakarta. Menyusuri Barat, Selatan, Utara, dan Timur Jakarta dengan si revo biru yang tangguh. Meskipun terkadang rewel di saat yang tidak tepat. Tapi, berkat dia, aku punya tempat favorite di kota ini, yaitu duduk di atas revo, sambil berkendara, sambil menangis dan menahan marah.  Selama enam bulan sepertinya aku punya love-hate relationship dengan Jakarta dan jalanannya. Entah sepagi apapun keluar dari kos, dan semalam apapun pulang ke kos, pasti menemui setidaknya satu titik macet. Di saat macet ini, kadang timbul perasaan jengkel seperti ‘aku harus segera liputan ini’ atau ‘aku capek woi pengen cepet sampe kos dan rebahan’. Tapi satu hal yang aku sadari, semakin menggerutu dengan keadaan, aku semakin lelah. Akhirnya di saat macet ini, aku mencoba untuk lebih banyak menerima.  Oke macet. Nanti liputannya telat, ya sudah, salahku tidak dari awal perginya. Atau, ya sudah macet mau bagaimana lagi. Nikmati saja, bersyukur kamu sampa...

Di kursi

Satu kali lagi aku ke Jogja, untuk alasan yang sama. Duduk berhadapan denganmu, sambil menelan asap rokok. Menghabiskan satu bungkus kretek sambil menikmati ceritamu. Yang lalu, aku membawa sekantung bunga. Sayangnya, kali ini yang ku bawa adalah kesalahan. Satu kali lagi aku pulang, untuk menepati takdir, bahwa permulaan kita akan berakhir cepat. Menepati takdir bahwa, aku yang meremukkanmu. Menepati nubuat bahwa, aku akan selalu dianggap tak pernah tulus. Demikian, peranku dalam panggungmu. Satu kali lagi aku pulang, memberikan naskahku padamu. Supaya tahu sutradara menginginkanku jadi apa. Bahwa, lakonku jahat. Bahwa kita hanya sandiwara. Bahwa kenyataan, bisa ditemukan di balik panggung. Di kursi tempatku duduk, berhadapan denganmu.

Setipis Batas

Dalam batas waktu, jarak, dan perasaan Ada murka yang kian tumbuh Murka rindu yang terus tumbuh Tapi tertahan ademnya air yang meredam. Murka atas kasih yang kian menggapaimu Padahal nyatamu semu. Tak ada daging yang mampu ku sentuh, Tak ada aroma sedekat nafasku. Aku merindu untuk sukmamu. Aku bertahan untuk batasanmu. Aku membatasi untuk segala hal yang tak mampu dibendung. Terima kasih untuk tiga puluh hari memegang baraku. Makin lama, kita saling menyakiti. Semua karena batas. Mari terus menyakiti sampai rasa jadi tumpul. Kekasih, karena batas, kita tak pernah satu. Karena batas, kita saling memiliki tapi tak bisa mengikat. Kasih, aku mulai mencintai batas. Batas aku dan batasmu. Aku menyayangimu dalam segala sikap dan amarahku. Dalam segala sikap dan sabarmu.