Hai, cerita kali ini aku berencana membawa kalian ke Singapura. Negara tetangga yang kecil namun luar biasa kaya. Biasanya masyarakat kita pergi ke Singapura untuk belanja barang-barang dengan merk terkenal, yang harganya juga mahal. Berbeda dari itu, aku datang ke negara ini untuk bekerja. Yap, tahun 2015 aku berkesempatan untuk bekerja paruh waktu di Singapura. Nah, aku ingin membagikan pengalamanku bekerja di sana. Mencari lowongan kerja part-time Beruntungnya, aku memiliki saudara yang sudah lebih dulu tinggal dan bekerja di Singapura. Saudaraku ini berkewarganegaraan Indonesia dengan status Landed Permanent Resident (LPR). Dengan status itu, dia secara legal bisa bekerja di Singapura dan tinggal di sana. Biasanya masa berlaku sekitar satu sampai dua tahun (tergantung update dari pemerintah sana ya), setelahnya bisa ganti status menjadi Permanent Resident (PR). Nah, saudara ku ini bergabung dalam salah satu forum online yang isinya orang Indonesia yang bekerja atau sekolah...
Rabu di Jogja ditemani udara panas Sudah ku habiskan dua gelas es sore itu Sembari mencari ide tulisan apa yang harus ku kirim ke kantor Di warung kopimu sore itu, otakku buntu pandanganku kabur tak tahu lagi mana rupa Tuhan dan Hantu tapi apakah mungkin mereka sama? Entah berkat atau kutuk ku dapat sebuah bingkisan Sama seperti sayur brongkos yang tak habis kemarin Dipanasi lagi, gurih tanpa gizi Begitu isi bingkisannya. Gusti, gusti.. Kau buat manusia berpenyakit Kau juga biarkan hidanganmu tak bergizi. Rabu sore itu, entah pembuka atau penutup. Entah jadi perasa atau penghambar. Yogyakarta, 17 Juni 2020
Aaaawww it’s been a year menjadi pendatang di Jakarta dan menjalani hidup sebagai pekerja. Fase hidup yang kalau sampai sekarang, aku pikir adalah fase terberat karena tanpa ujung. Kalau sekolah, we know, dalam tiga tahun udah bisa lulus SMP dan SMA, lima tahun udah bisa lulus kuliah. But, kerja? Gak tahu kalau tetiba di-cut, tetiba ingin resign . Dan yeah… alasan mendasarnya adalah karena sudah mulai tidak menggantungkan finansial pada orang tua. Menjadi wartawan ekonomi juga sebelumnya bukan pekerjaan yang akan aku bayangkan. Dahulu sekali, ku pikir pekerjaan jurnalis yang paling mulia adalah mereka yang turun ke jalanan, meliput banjir, memperjuangkan kehidupan layak bagi masyarakat yang tak mampu. Mereka yang ikut panas-panasan di daerah konflik, meregang nyawa, memberitakan apa yang terjadi sebenarnya. Atau mereka yang harus bisa bersilat lidah untuk dapat menginvestigasi permainan kotor para cukong. Jadi, wartawan ekonomi yang segmen pembacanya adalah investor… it’s a big n...
Komentar
Posting Komentar